OLeH: Ummi Yulianti, S.Pd
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
🌸YANG KITA LAKUKAN APAKAH BERMANFAAT?
بِسْــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمن الرَّحِيْمُ
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
الحمد لله
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ...
ام بعد
Segalanya milik Alloh ﷻ apa yang ada di langit dan bumi, kenikmatan dan kesusahan asalnya dari Alloh ﷻ sudah selayaknya kita panjatkan puji dan syukur hanya kepada Alloh ﷻ.
Agama Islam adalah agama yang mengangkat dan membebaskan manusia dari zaman jahiliah zaman kegelapan menuju ke zaman yang terang benderang, sudah selayaknya lah kita sebagai umatnya senantiasa menghaturkan sholawat dan salam hanya kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Di dalam hidup ini, kita tak perlu berupaya untuk menjadi seseorang yang disegani, apalagi ditakuti. Tetapi jadilah seseorang yang berguna bagi siapapun di sekeliling diri kita. Kita wujudkan jiwa kepemimpinan dalam diri kita, agar diri kita bisa menjadi seseorang yang menginspirasi orang lain.
Mengapa Harus Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat?
Menarik sekali, banyak tulisan yang membahas pentingnya menjadi pribadi yang bermanfaat. Mengapa banyak orang yang tertarik tentang bahasan ini, sebab ini salah satu perintah Rasulullah ﷺ kepada umatnya. Sabda beliau:
خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. ath-Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)
Menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Seorang Muslim lebih diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain, bukan hanya mencari manfaat dari orang atau memanfaatkan orang lain. Ini adalah bagian dari implementasi konsep Islam yang penuh cinta, yaitu memberi.
Selain itu, manfaat kita memberikan manfaatkan kepada orang lain, semuanya akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Sebagaimana firman Alloh ﷻ:
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ…
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri…” (QS. al-Isrâ: 7), dan sabda Rasulullah ﷺ:
… وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
“… dan barangsiapa (yang bersedia) membantu keperluan saudaranya, maka Alloh ﷻ (akan senantiasa) membantu keperluannya.” (HR. Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 168, hadits no. 2442 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 18, hadits no. 6743 dari Abdullah bin Umar r.a)
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ.
“Barangsiapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Alloh ﷻ akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Alloh ﷻ akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Alloh ﷻ akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Alloh ﷻ akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim. Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Alloh ﷻ akan memudahkan jalan ke surga baginya. Tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu masjid (rumah Alloh ﷻ) untuk membaca al-Qur’an, melainkan mereka akan diliputi ketenangan, rahmat, dan dikelilingi para malaikat, serta Alloh ﷻ akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang ketinggalan amalnya, maka nasabnya tidak juga meninggikannya.” (HR. Muslim, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 71, hadits no. 7028, dari Abu Hurairah r.a.)
Setelah mengetahui manfaat “menjadi pribadi yang bermanfaat”, pertanyaannya adalah: “Bagaimana caranya agar kita menjadi pribadi yang bermanfaat?”
Alloh ﷻ berfirman:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yûsuf: 53)
Suatu ketika, Hasan al-Bashri menyuruh beberapa muridnya untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Dia berkata, “Temuilah Tsabit al-Bunani dan pergilah kalian bersamanya.” Lalu, mereka mendatangi Tsabit yang ternyata sedang (melakukan) i’tikaf di masjid.
Dan, Tsabit pun meminta maaf, karena tidak bisa pergi bersama mereka. Mereka pun kembali lagi kepada Hasan dan memberitahukan perihal Tsabit.
Hasan berkata, “Katakanlah kepadanya, ‘Hai Tsabit, apa engkau tidak tahu bahwa langkah kakimu dalam rangka menolong saudaramu sesama muslim itu lebih baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali?’“ Kemudian, mereka kembali menemui Tsabit dan menyampaikan apa yang dikatakan Hasan al-Bashri. Maka, Tsabit pun meninggalkan i’tikafnya dan pergi bersama mereka untuk membantu orang yang membutuhkan."
Banyak cara bisa dilakukan agar menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Bisa dengan menolong dalam bentuk tenaga, memberikan bantuan dalam bentuk materi, memberi pinjaman, memberikan taushiyah keagamaan, meringankan beban penderitaan, membayarkan utang, memberi makan, hingga menyisihkan waktu untuk menunggu tetangga yang sakit.
Pemimpin yang baik juga bermanfaat bagi bawahannya, sebagaimana penguasa yang adil pun bermanfaat bagi rakyatnya.
Bahkan, membuat orang lain menjadi gembira juga termasuk amalan bermanfaat yang dicintai oleh Alloh ﷻ.
Adalah (sebuah) ironi, jika banyak orang kaya yang lebih senang naik haji berulang kali daripada membantu kaum dhuafa’ yang membutuhkan uluran tangan.
Banyak juga orang kaya yang ‘jor-joran’
(berlomba-lomba) membangun masjid mewah, sedangkan di sekelilingnya masih banyak kaum fakir-miskin yang membutuhkan bantuan. Padahal, Alloh ﷻ tidak butuh disembah dengan indahnya masjid ataupun ibadah haji yang berulang-ulang.
Mengapa kita tidak pernah berpikir untuk beramal saleh dengan cara ‘memberi manfaat’ pada semua orang yang berinteraksi dengan diri kita, atau (bahkan) beramal saleh dengan cara berbuat baik kepada sesama makhluk Alloh ﷻ, yang lebih kita prioritaskan dalam situasi dan kondisi tertentu daripada sekadar membangun kesalehan spiritual yang tak banyak berguna bagi orang lain?
Kita tak perlu mengatakan bahwa urusan akhirat itu lebih penting daripada urusan dunia, atau sebaliknya. Karena keduanya saling melengkapi. Ingat firman Alloh ﷻ,
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh ﷻ kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Alloh ﷻ telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Alloh ﷻ tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash: 77)
Lima Langkah-langkah Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat:
★ Langkah Pertama: Menjadi Pribadi Yang Bermanfaat Adalah Kemauan
Kuncinya adalah kemauan. Kemauan kita akan dapat memberikan manfaat kepada orang lain.
(1) Jika kita mempunyai harta, kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain dengan harta.
(2) Jika kita mempunyai ilmu, kita bisa memberikan manfaat ilmu kepada orang lain.
(3) Jika kita mempunyai tenaga, kita bisa memberikan manfaat dari tenaga kita kepada orang lain. Ini adalah langkah awal. Kita harus memiliki kemauan untuk memberikan manfaat kepada orang lain.
Bagaimana pun kondisi kita Jangan malah mencari-cari cara untuk mendapatkan manfaat dari orang lain, bahkan memanfaatkan orang lain.
Jika kita mau, bagaimana pun kondisi kita, kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Bagaimana? Mau atau tidak? Jadi kata kuncinya adalah: “KEMAUAN.”
★ Langkah Kedua: Take Action Now (Lakukan Sekarang)
Apa yang bisa Anda ‘lakukan sekarang’ untuk memberikan manfaat kepada orang lain? Kita bisa berbagi (melakukan sharing) artikel melalui facebook atau twitter misalnya.
Ini jauh lebih memberikan manfaat kepada teman-teman kita daripada kita sibuk mengupdate status yang tidak penting, bahkan hanya berisi keluhan dan caci maki.
Lihatlah sekitar kita, adakah yang bisa kita bantu. Adakah yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki lingkungan, rumah, atau kantor? Akan banyak yang bisa kita lakukan untuk memberikan manfaat kepada orang lain.
★ Langkah Ketiga: Biasakanlah Untuk Memberikan Manfaat. Dan Jadikan Hal Itu (Kegiatan Untuk Memberikan Manfaat) Menjadi Gaya Hidup Anda
Jika memberikan manfaat kepada orang sudah menjadi kebiasaan, maka sudah mulai menjadi pribadi yang bermanfaat.
Pada langkah kedua, baru disebutkan melakukan kebaikan (belum menjadi akhlak), namun jika sudah menjadi kebiasaan dan menjadi gaya hidup, maka sudah mulai menjadi pribadi yang bermanfaat. Ini yang kadang-kadang dilupakan orang.
Banyak orang yang hanya membahas sampai pada taraf ‘melakukan kebaikan’ dengan cara membantu orang-orang lain. Namun hal itu belum menjadi kepribadian, baru sebatas mau melakukan.
Sebuah tindakan, akan menjadi sebuah akhlak pada saat sudah melakukannya dengan biasa, tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Ketika memberi, belum tentu merupakan kepribadian. Namun jika sudah biasa memberi dan menjadi gaya hidup, barulah disebut kepribadian.
★ Langkah Keempat: Tingkatkan Manfaat Diri
Harus ditingkatkan? Tentu saja! Sebab menurut hadits di atas tidak hanya mengatakan menjadi pribadi yang bermanfaat, tetapi ada kata ‘superlatif’, yaitu paling.
Artinya kita ditantang untuk menjadi juara dalam kebaikan. Kita harus menjadi yang paling memberikan manfaat kepada orang lain.
Bukan sekadar memberikan manfaat.
Bagaimana cara meningkatkan manfaat diri Anda?
Ya, Anda harus meningkatkan kuantitas dan kualitas kebaikan Anda. Kuantitas bisa dilihat dari frekuensi dan besarnya apa yang Anda berikan kepada orang lain.
Sementara kualitas manfaat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas diri Anda, yaitu dengan meningkatkan keterampilan dan kemampuan Anda, sehingga apa yang Anda berikan semakin bermanfaat.
★ Langkah Kelima: Raihlah Manfaatnya Untuk Anda Juga
Jangan sampai ‘Anda’ memberikan manfaat kepada banyak orang, tetapi (lupa) ‘tidak’ memberikan manfaat untuk diri Anda sendiri.
Jangan salah faham! Maksudnya bukan agar kita berharap dari orang yang kita berikan manfaat. Bukan itu! Namun, yang maksud adalah: kita harus menghindari dari semua penghapus pahala amal itu, yaitu: “ketidakikhlasan atau riyâ’.”
Jadi, agar kita benar-benar mendapatkan dari manfaat yang kita berikan kepada orang lain, kita harus ikhlas. Ikhlas adalah kunci diterimanya amal. Dan hanya amal yang diterima Alloh ﷻ yang akan memberikan manfaat kepada kita dunia dan akhirat.
Niatkan, bahwa apa yang kita lakukan hanya karena Alloh ﷻ, bukan karena ingin disebut pribadi yang bermanfaat (pujian). Penyakit riyâ’ sungguh tidak terlihat, sangat samar, sehingga kita harus hati-hati.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا الشِّرْكَ ؛ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ . فَقَامَ إِلَيْهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ حَزْنٍ ، وَقَيْسُ بْنُ المُضَارِبِ فَقَالاَ : وَاللَّهِ لَتَخْرُجَنَّ مِمَّا خَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ : أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا الشِّرْكَ ؛ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ . فَقَالَ لَهُ : مَنْ شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ وَكَيْفَ نَتَّقِيهِ ، وَهُوَ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : قُولُوا : اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ.
“Pada suatu hari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam berkhutbah di hadapan kami, beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, takutlah kalian terhadap syirik karena dia lebih halus dari langkah semut.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah ﷺ, bagaimana kami harus menghindarinya, sementara dia lebih halus dari langkah semut?” Maka beliau menjawab: “Berdoalah dengan membaca, ‘Allâhumma innâ na’ûdzu bika min an nusyrika bika syaian na’lamuhu wa nastaghfiruka limâ lâ na’lamuhu (Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami mengetahuinya dan kami meminta ampun kepada-Mu terhadap apa yang kami tidak ketahui).” (HR. Ahmad bin Hanbal dari Abu Musa al-Asy’ari, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz IV, hal. 403, hadits no. 19835)
Tetapi, jangan khawatir! Sekecil apapun amal saleh kita, Alloh ﷻ akan membalasnya dengan pahala yang sepadan dengannya.
Sebagaimana firman-Nya:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan mendapatkan balasannya.” (QS. al-Zalzalah: 7)
Itulah kelima langkah menjadi pribadi yang bermanfaat, bahkan ‘paling bermanfaat’.
Selanjutnya, yang kita perlukan adalah ‘kemauan dan keberanian untuk memulainya’, sekarang juga.
Ibda’ bi nafsik!
Wallâhu a’lamu bish-shawâb.
Demikian paparan kali ini.
Yang benar datangnya dari اللّه. Yang salah dari ketidaktahuan ana yang masih fakir ilmu agama.
Mohon maaf jika ada salah-salah kata dalam penulisan.
العلم بلاعمل كا لشجر بلا ثمر
Ilmu itu apabila tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.
جزاكم الله خير جزاء شكرا وعفوا منكم...
فا استبقوا الخيرات...
والسلام عليكم ورحمة الله و بر كاته
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
0️⃣1️⃣ Atin ~ Pekalongan
Assalamu'alaikum Ummi,
Terkadang muncul rasa tidak percaya diri ketika akan melakukan satu hal untuk orang lain.
Ingin berbagi ilmu, ah..dia lebih pintar. Ingin kasih nasihat, ah...dia lebih bijak sepertinya. Bantu tenaga, takut tidak berkenan.
Bagaimana mengatasi rasa itu?
🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh
Kita memberi manfaat kepada yang membutuhkan. Kita tidak usah insecure. Lakukan saja. Tidak usah berpikir bagaimana-bagaimana. Lakukan saja, ambil peluang yang ada.
0️⃣2️⃣ Afni ~ Garut
Assalamualaikum,
Bagaimana ketika kita memberi kepada orang yang berpenampilan misalanya bertato dan lain-lain, sedangkan kita berprasangka baik mungkin buat makan padahal dengan penampilan tersebut bisa saja dibelikan pada hal negatif. Yang saya ingin tanyakan apakah saya salah seperti itu?
🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh
Kalau memang penampilannya seperti itu sebaiknya tidak usah memberi. Di zaman sekarang meminta-minta dijadikan profesi. Padahal dalam Islam kita tidak boleh meminta-minta. Daripada memberi ke peminta-minta lebih baik membeli ke pedagang-pedagang kecil yang sepi pembeli dengan melebihkan pembayarannya atau kembaliannya tidak usah diambil.
Wallahu a'lam
0️⃣3️⃣ Devi ~ Balikpapan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bagaimana jika orang yang kita tolong dengan melunasi hutang riba di masa lalunya. Ternyata saat ini pun masih terus berhutang via pinjol. Apakah masih perlu dibantu?
🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh
Sebaiknya selain menolong melunasi hutang riba nya, juga memberikan pemahaman tentang dosa besar riba, dan gambaran kerugian dunia dan akhirat.
Kalau belum kapok juga, lebih baik tidak usah menolong melunasi hutang riba nya lagi.
Karena orang yang meminjam riba, kebanyakan menjadikannya sebagai kebiasaan. Sudah lunas pinjam lagi. Lunas lagi. Terus begitu. Kecuali orang-organ yang Alloh ﷻ berikan hidayah.
Wallahu a'lam
0️⃣4️⃣ Aisya ~ Cikampek
Assalamualikum warahmatullahi wabarakatu....
Dari materi di atas,
Mana yang lebih didahulukan bermanfaat bagi dari sendri dulu, apa bermanfaat untuk orang lain dahulu?
Dan bagaimana cara kita menumbuhkan "kemauan" tersebut?
🌸Jawab:
Waalaikummussalam warahmatullah wabarakatuh
Di langkah kelima pada materi di atas. Bermanfaat bagi diri sendiri dengan meluruskan niat ikhlas, sehingga kebermanfaatan kita tidak hangus terhapus riya'. Setiap kita melakukan suatu kebaikan, insyaaAllah akan kembali pada kita. Sebaiknya kita cukupi kebutuhan diri sendiri, kebutuhan ya bukan keinginan.
Tapi bukan berarti, memberi manfaat harus menunggu berlebih harta waktu misalnya.
Sebaiknya begitu ada kesempatan memberi manfaat. Ambil peluang tersebut.
Wallahu a'lam
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
Kini bukan saatnya lagi memanfaatkan orang lain untuk kepentingan kita melainkan berpikir sebaliknya, harus bisa bermanfaat bagi banyak orang. Jika belum bisa berbuat baik, setidaknya jangan lakukan sesuatu yang menyakiti orang lain baik dalam bentuk perkataan maupun tindakan.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar