Senin, 29 Juli 2019
BAHAYA-BAHAYA MENINGGALKAN AL QUR'AN
OLeH: Ustadz Farid Nu'man Hasan
💘M a T e R i💘
🌸BAHAYA-BAHAYA MELUPAKAN AL QUR'AN
Sejak 14-15 Abad lalu, Allah Ta'ala sudah menyebutkan akan datangnya masa umat Islam menjauh dari Al Qur'an. Menjauh artinya tidak membacanya, mentabburinya, apalagi mengamalkannya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang dijauhi.”
(QS. Al-Furqan, Ayat 30)
Sungguh, menjauh dari Al Qur'an adalah berbahaya bagi seorang muslim, atau masyarakat muslim, bahkan bagi umat manusia. Hal ini ditegaskan dalam banyak ayat-Nya.
Di antaranya:
🔸1. Penghidupan Yang Sempit (Ma'isyatan Dhanka)
Hal ini Allah Ta'ala tegaskan dalam Al Qur'an:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, ..."
(QS. Tha-Ha, Ayat 124)
Maksud dari "berpaling dari peringatanKu" adalah berpaling dari Al Qur'an.
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:
أي خالف أمري وما أنزلته على رسولي أعرض عنه وتناساه وأخذ من غيره هداه
Yaitu menyelisihi perintah-Ku dan menyelisihi apa-apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku (Al Qur'an), berpaling darinya dan melupakannya dan menjadikan selainnya sebagai petunjuk.
(Tafsir Al Quran Al 'Azhim, 5/283).
Ada pun "penghidupan yang sempit" yaitu kehidupan dunianya, baik hakiki yaitu sempit nafkahnya, atau sempit secara maknawi yaitu dadanya sempit dan gelisah, karena dia hidup di atas kesesatan, atau permasalahan yang tidak kunjung usai, dan lainnya.
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:
أي ضنكا في الدنيا، فلا طمأنينة له ولا انشراح لصدره، بل صدره ضيق حرج لضلاله، وإن تنعم ظاهره ولبس ما شاء وأكل ما شاء وسكن حيث شاء، فإن قلبه ما لم يخلص إلى اليقين والهدى فهو في قلق وحيرة وشك، فلا يزال في ريبة يتردد فهذا من ضنك المعيشة.
Yaitu sempit di dunia, tidak tenang, dan tidak lapang dadanya, tapi hatinya sempit karena kesesatannya. Walau zahirnya menampakkan nikmat hidup, memakai pakaian apa saja yang dia suka, memakan apa yang dia mau, dia tinggal di mana pun dia suka, tapi hatinya belum bersih kepada keyakinan dan petunjuk, hatinya gelisah dan dipenuhi keraguan, terus menerus dikuasai kebimbangan. Itulah kehidupan dunia yang sempit. (Ibid)
Maka, jika kita dirundung kegelisahan, ditimpa masalah demi masalah. Coba lihat dan evaluasi bagaimana hubungan kita dengan Al Qur'an.
Sementara itu, Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata: Rasulullah ﷺ bersabda tentang makna "penghidupan yang sempit", maksudnya adalah "Azab Kubur." Sanadnya jayyid.
(Imam Ibnu Katsir, Ibid, 5/284).
🔸2. Dikumpulkan Di Akhirat Dalam Keadaan Buta
Allah Ta'ala berfirman dalam ayat yang sama dengan poin pertama:
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
" ... dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”
(QS. Tha-Ha, Ayat 124)
Ini sesuatu yang menakutkan. Di dunia, kebutaan saja sudah tidak mengenakkan dan membingungkan, walau banyak manusia yang dapat membantu kita. Lalu, bagaimana kebutaan di akhirat, di mana manusia tidak bisa membantu satu sama lainnya karena masing-masing bertanggungjawab atas amalnya sendiri?
Buta di sini bermakna hilangnya penglihatan, hilangnya arah, petunjuk, dan kendali, di akhirat nanti.
Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:
أي مَسْلُوبَ الْبَصَرِ، وَقِيلَ: المراد العمى عَنِ الْحُجَّةِ، وَقِيلَ: أَعْمَى عَنْ جِهَاتِ الْخَيْرِ لَا يَهْتَدِي إِلَى شَيْءٍ مِنْهَا
Yaitu kaburnya penglihatan. Dikatakan bahwa maksud dari buta adalah buta dari hujjah. Dikatakan pula, buta terhadap arah kebaikan, dan dia tidak ada pentunjuk untuk sedikit pun mencapai ke sana.
(Fathul Qadir, 3/462).
Sebab, Al Qur'an adalah kitab petunjuk bagi manusia, ke arah yang lurus dan paling benar .. maka melupakannya akan membuatnya jauh melenceng dari kebenaran. Penyesalan itu pun datang kemudian.
Allah Ta'ala berfirman:
قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا
قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ
Dia berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?”
Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah, dahulu telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan.”
(QS. Tha-Ha, Ayat 125-126)
🔸3. Kesesatan Yang Jauh
Al Qur'an adalah huda lin naas, petunjuk bagi semua manusia. Maka, ketika manusia berpaling darinya tentu mereka berpaling dari panduan hidup, sehingga mereka tersesat dan jauh tersesat.
Allah Ta'ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Al Quran) dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada Thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya.
(QS. An-Nisa', Ayat 60)
Ayat ini menceritakan tentang tersesatnya manusia yang memakai Al Qur'an dan As Sunnah tapi juga menggunakan petunjuk, ketetapan, dan hukum selain Al Qur'an dan As Sunnah. Mereka lebih memilih selain Al Qur'an, dan Allah Ta'ala menyebutnya sebagai ketetapan Thaghut. Tapi mereka mengklaim telah ikut Al Qur'an, Allah Ta'ala menyebut mereka tersesat. Ini menunjukkan mengikuti Al Qur'an mesti tulus dan total.
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan ayat ini:
هَذَا إِنْكَارٌ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى مَنْ يَدَّعِي الْإِيمَانَ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْأَنْبِيَاءِ الْأَقْدَمِينَ، وَهُوَ مع ذلك يريد أن يتحاكم فِي فَصْلِ الْخُصُومَاتِ إِلَى غَيْرِ كِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ، كَمَا ذُكِرَ فِي سَبَبِ نُزُولِ هَذِهِ الْآيَةِ أَنَّهَا فِي رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ ورجل من اليهود تخصاما، فَجَعَلَ الْيَهُودِيُّ يَقُولُ: بَيْنِي وَبَيْنَكَ مُحَمَّدٌ، وَذَاكَ يَقُولُ: بَيْنِي وَبَيْنَكَ كَعْبُ بْنُ الْأَشْرَفِ، وَقِيلَ: فِي جَمَاعَةٍ مِنَ الْمُنَافِقِينَ مِمَّنْ أَظْهَرُوا الْإِسْلَامَ، أَرَادُوا أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى حُكَّامِ الْجَاهِلِيَّةِ، وَقِيلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَالْآيَةُ أَعَمُّ مِنْ ذَلِكَ كُلِّهِ، فَإِنَّهَا ذَامَّةٌ لِمَنْ عَدَلَ عَنِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ. وَتَحَاكَمُوا إِلَى مَا سِوَاهُمَا مِنَ الْبَاطِلِ، وَهُوَ الْمُرَادُ بِالطَّاغُوتِ هَاهُنَا، وَلِهَذَا قَالَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ إلىآخرها.
Ayat ini merupakan pengingkaran Allah terhadap orang yang mengklaim beriman kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ (Al Qur'an) dan apa yang diturunkan kepada para nabi terdahulu. Saat yang bersamaan, mereka ingin mendamaikan pertengkaran manusia tapi tidak menggunakan Al Qur'an dan sunnah RasulNya, sebagaimana tertera di dalam sebab turunnya ayat ini.
Ayat ini turun tentang pertengkaran seorang laki-laki Anshar, dengan orang Yahudi. Si Yahudi berkata: "Antara saya dan kamu ada Muhammad." Lalu laki-laki Anshar berkata: "Antara saya dan kamu ada Ka'ab bin Asyraf (tokoh Yahudi Madinah)." Ada yang mengatakan, ayat ini tentang segolongan orang-orang munafiq yang menampakkan keislaman, tapi mereka hendak menetapkan perkara dengan hukum jahiliyah. Ada pula versi lainnya.
Ayat ini berlaku lebih umum dari semua itu. Ini merupakan kecaman bagi mereka yang mengadili dari Al Qur'an dan As Sunnah, tapi juga menggunakan ketetapan selain keduanya dengan batil. Inilah maksud berhukum dengan hukum Thaghut di ayat ini. Oleh karenanya Allah berfirman: "Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada Thaghut."
(Tafsir Al Quran Al 'Azhim, 2/305).
Inilah yang membuat mereka tersesat, ketika tidak puas dengan Al Qur'an, mereka tambahkan lagi dengan ketetapan dari sumber-sumber jahiliyah. Padahal semua itu mesti mereka ingkari, sebagaimana penekanan dalam ayat tersebut:
وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ
" .. padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thaghut itu."
Sebagian ahli tafsir generasi awal, memaknai hukum Thaghut dalam konteks ayat itu maksudnya hukum yang ditetapkan oleh tokoh Yahudi Madinah, Ka'ab bin Asyraf.
Imam Ibnul Jauzi Rahimahullah mengatakan:
والطاغوت: كعب بن الأشرف، قاله ابن عباس، ومجاهد، والضحاك، والربيع، ومقاتل
"Thaghut yaitu Ka'ab bin Asyraf. Ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Adh Dhahak, Ar Rabi', dan Muqatil."
(Zaadul Masiir, 1/426)
Namun, yang terjadi bukannya Thaghut ini diingkari justru malah diikuti. Akhirnya syetan menyesatkan mereka dengan kesesatan yang begitu nyata.
Allah Ta'ala menutup ayat itu dengan:
وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya.
🔸4. Shuhbatusy Syaithan (Bersahabat Dengan Syetan)
Allah Ta'ala jadikan Al Qur'an sebagai wiqayah (tameng) untuk manusia dari gangguan syetan. Ayat-ayat Al Qur'an sangat menakutkan bagi mereka, oleh karena itu Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
"Sesungguhnya syetan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al Baqarah."
(HR. Muslim no. 780)
Maka, sangat logis ketika manusia melupakan Al Qur'an; tidak membacanya, menjauhi ajarannya, tidak mau menjadikannya pedoman hidup, syetanlah yang akan mendekat bahkan menjadi kawannya. Paradigma berpikirnya dipolakan oleh syetan; bagaimana dia mencari rezeki, bertutur kata, bekerja, dan sebagainya. Semuanya dipengaruhi oleh syetan, karena syetan amat dekat dengannya.
Hal ini ditegaskan oleh Allah Ta'ala dalam Al Qur'an:
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
"Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (yaitu Al-Qur'an), Kami biarkan syetan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya."
(QS. Az-Zukhruf, Ayat 36)
Imam Ibnul Jauzi Rahimahullah menjelaskan:
قال المفسرون: وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمنِ فلم يَخَف عِقابه ولم يلتفت إِلى كلامه نقيِّضْ له أي: نسبب له شيطاناً فنجعل ذلك جزاءَه فهو له قرين لا يفارقه. وَإِنَّهُمْ يعني الشياطين لَيَصُدُّونَهُمْ يعني الكافرين، أي: يمنعونهم عن سبيل الهدى
Para pakar tafsir mengatakan: "Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (yaitu Al-Qur'an)", dia tidak takut dengan hukumanNya dan tidak menengok pada firmanNya maka "Kami biarkan syetan dengannya" yaitu Kami kaitkan dia dengan syetan sebagai balasannya dan dia menjadi qorinnya (kawan yg lebih dekat dari karib), dia tidak pernah lepas darinya. Sesungguhnya syetan benar-benar menghalangi mereka (orang-orang kafir) dari jalan petunjuk.
(Zaadul Masiir, 4/78)
Demikian.
Wallahu a'lam
🔷🔷🔷🌟🌟🌟🔷🔷🔷
💘TaNYa JaWaB💘
0⃣1⃣ Mala Hasan ~ Lampung
Jika ada kelompok belajar mengaji khusus buat para ibu-ibu yang ada diantaranya sama sekali belum bisa membaca al Qur'an...
Merasa selalu di salahkan saat membaca oleh teman dari kelompok itu. Mengakibatkan si ibu mundur karena merasa malu. Bagaimana mengajak agar dia mau kembali ikut belajar.....(karena yang menegur menggunakan bahasa yang kurang enak untuk di dengarkan).
Jazaakallahu khoir.
🔹Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Berikan grup baru yang orangnya berbeda. Agar ibu itu ada semangat baru dan tidak trauma.
Ini juga pelajaran bagi yang lainnya, jangan menertawakan saudaranya yang belum lancar. Kebalikannya justru berikan dia semangat.
Wallahu a'lam
0⃣2⃣ Setyaning ~ Karanganyar
Assalamualaikum,
Ustadz, kalau seseorang saat ini sedang menyengaja membaca terjemahan Al-Quran, tanpa membaca tulisan arabnya, biar fokus dalam memahami terjemahannya, apakah termasuk menjauhi Al Quran Ustadz?
Syukron...
🔹Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Tidak.
Anggap saja itu tahapan untuk berdekatan dengan Al Qur'an.
Wallahu a'lam
0⃣3⃣ Safitri ~ Banten
Assalamuaikum ustadz,
Bagimana dengan orang tua yang tidak bisa sama sekali membaca Al Qur'an dia buta hufur tapi dia tau dan bisa baca surat-surat pendek ustadz, tapi sang anak bisa membaca al Qur'an.
Nah itu bagaimana ya ustadz apa itu artinya sang orang tua jauh dari al Qur'an ?
Makasih ustadz
🔹Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Ajak orang tua untuk tidak putus asa, terus belajar, Insya Allah majelis belajar mengajar Al Qur'an adalah majelisnya orang-orang terbaik, walaupun belum lancar.
Jika ada orang yang sudah lancar baca Al Qur'an tapi kemudian dia tidak mau hadir lagi karena merasa sudah mahir maka yang belum mahir tapi sabar di majelis Al Qur'an adalah lebih baik dari dia.
Wallahu a'lam
0⃣4⃣ Novi ~ Jogja
Ustadz, saat ini saya sedang belajar membaca Al-Qur'an, karena saya belum fasih dengan hukum bacaan dan sebagainya saya berusaha mencari sendiri dan dengan mendengarkan murrotal. Apakah tidak apa-apa jika saya tidak minta diajarkan oleh Ustadzah misalnya.
Terimakasih.
🔹Jawab:
Harus ada guru, tidak cukup mempelajari sendiri. Belajar sendiri seperti belajar kepada syetan kata Imam Asy Syafi'i, sebab salah-benar tidak ada yang memberitahu.
Wallahu a'lam
0⃣5⃣ Fitri ~ Gresik
Assalamualaikum,
Bagaimana cara pembagian membaca Al Qur'an saja atau dengan terjemahannya, apakah kita membaca Al Qur'an dengan terjemahannya sekaligus atau membaca Al Qur'an seperti biasa kemudian pada waktu luang kita baru belajar terjemahnya.
Terimakasih.
🔹Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Ini sama dengan nomor 2 ya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar