OLeH: Ustadz Abdillah Noor Rahmat
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
🌸 ITTIBA’ SANG PEMBUKTI CINTA
Alloh ﷻ berfirman:
{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (32) }
“Katakanlah: “Jika kalian (benar-benar) mencintai Alloh ﷻ, ittiba`(ikuti)lah aku, niscaya Alloh ﷻ mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Alloh ﷻ Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Alloh ﷻ dan Rasul-Nya; Jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Alloh ﷻ tidak menyukai orang-orang kafir.” [QS. Āli ‘Imrān: 31-32]
Saudaraku kaum muslimin...
Islam berarti taat kepada Alloh ﷻ dan rasul-Nya ﷺ. Jalan taat menuju Alloh ﷻ harus ditempuh dengan melalui ittibā` (meneladani) Rasul-Nya ﷺ, bukan hanya hanya berupa i`tiqād qalbu (keyakinan hati) atau qawl lisān (pengakuan lisan) semata.
Di hadapan kita hanya ada 2 (dua) jalan, yaitu jalan taat dan ittibā`yang dicintai Alloh ﷻ atau jalan kufur dan bid`ah yang dibenci-Nya.
Ayat di atas adalah mizān (barometer) yang menjadi tolok ukur untuk mengetahui orang yang benar-benar mencintai Alloh ﷻ dengan orang-orang yang hanya mengaku mencintai-Nya namun di lisannya saja. Tanda cinta kepada Alloh ﷻ adalah dengan ittibā` kepada Nabi Muhammad ﷺ, sebagai rasul-Nya. Alloh ﷻ menjadikan ittibā’ kepadanya dan kepada seluruh isi dakwah yang diserukannya sebagai wujud kecintaan dan keridhaan-Nya.
Kecintaan dan keridhaan-Nya serta anugerah pahala-Nya tidak mungkin digapai kecuali dengan merealisasikan 4 (empat) inti kandungan ittibā` kepada Rasul-Nya ﷺ, yaitu:
1) Membenarkan kabar berita yang disampaikannya,
2) Menjunjung tinggi segala perintah yang dititahkannya,
3) Menjauhi segala larangannya, dan
4) Tidak beribadah kepada Alloh ﷻ kecuali dengan syari`at yang telah dicontohkannya.
(Lihat: Taysīr al-Karīm ar-Rahmān fī Tafsīr Kalām al-Mannān: 120 tentang ayat di atas)
Saudaraku kaum muslimin...
Riwayat yang menerangkan tentang asbāb nuzūl (sebab turun)nya (QS. 3: 31) memiliki banyak versi, menurut Ibnu al-Jawziy rahimahullah setidaknya ada 4 (empat) riwayat, yaitu:
1) Riwayat adh-Dhahhak rahimahullah dari Ibnu ‘Abbas rda, bahwa Nabi ﷺ berdiri di hadapan kaum Quraisy yang sedang memancangkan patung-patung berhala sembahan mereka, lalu beliau bersabda:
(( يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ لَقَدْ خَالَفْتُمْ مِلَّةَ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ ))
“Wahai kaum Quraisy! Sungguh kalian telah menyelisihi millah (agama) bapak kalian, Ibrahim,” seketika itu mereka berkomentar:
( يَا مُحَمَّدُ إِنَّمَا نَعْبُدُ هَذِهِ حُبًّا للهِ، لِيُقَرِّبُوْنَا إِلَى اللهِ زُلْفَى )
“Wahai Muhammad! Kami tidak menyembah (patung berhala) ini kecuali karena kecintaan kepada Alloh ﷻ dan agar mereka menjadi perantara yang akan mendekatkan kami kepada-Nya,” maka kemudian Alloh ﷻ menurunkan ayat ini.
2) Riwayat Abu Shalih rhm dari Ibnu ‘Abbas rda bahwa orang-orang Yahudi berkata:
( نَحْنُ أَبْنَاءُ اللهِ وَأَحِبَّاؤُهُ )
“Kami adalah anak-anak dan para kekasih Alloh ﷻ,” maka turunlah ayat ini, yang kemudian disampaikan Nabi ﷺ kepada mereka, namun mereka tidak menerimanya.
3) Riwayat al-Hasan rahimahullah dan Ibnu Jurayj rahimahullah bahwa di masa lalu banyak orang yang berkata:
( نَحْنُ لَنُحِبُّ رَبَّنَا حُبًّا شّدِيْدًا )
“Sesungguhnya kami benar-benar sangat mencintai Alloh ﷻ,“ maka Alloh ﷻ meminta kepada mereka tanda bukti kecintaan mereka kepada-Nya, lalu turunlah ayat tersebut.
4) Riwayat Ibnu Ishaq rahimahullah dari Muhammad bin Ja`far bin Zubair rda, yang kemudian dipilih oleh Abu Sulaiman ad-Dimasyqiy rahimahullah sebagai pendapatnya bahwa kaum Nashrani dari Najran berkata:
( إِنَّمَا نَقُوْلُ هَذَا فِي عِيْسَى حُبًّا للهِ، وَتَعْظِيْمًا لَهُ )
“Sesungguhnya kami mengatakan hal ini (kecintaan mendalam) kepada Isa, sebagai bukti cinta kepada Alloh ﷻ dan pengagungan kepada-Nya,” maka Alloh ﷻ menurunkan ayat tersebut.
(Lihat: Zād al-Masīr fī ‘Ilm at-Tafsīr: 1/303)
Sedangkan berkaitan dengan turunnya (QS. 3: 32), maka ada 3 (tiga) riwayat mengenainya, yaitu:
1. Riwayat Ibnu ‘Abbas rda, bahwa ‘Abdullah bin Ubay, gembong dan tokoh kaum munafik, berkata kepada teman-temanya:
( إِنَّ مُحَمَّدًا يَجْعَلُ طَاعَتَهُ كَطَاعَةِ اللهِ، وَيَأْمُرُنَا أَنْ نُحِبَّهُ كَمَا أَحَبَّتِ النَّصَارَى عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ )
“Sesungguhnya Muhammad menginginkan ketaatan kepadanya sebagaimana ketaatan kepada Alloh ﷻ, dan memerintahkan kami untuk mencintainya sebagaimana kecintaan orang-orang Nashara kepada ‘Isa bin Maryam,” maka Alloh ﷻ menurunkan ayat tersebut.
2. Riwayat dari Muqatil rahimahullah, bahwa ketika Nabi ﷺ mendakwahkan orang-orang Yahudi untuk masuk Islam, mereka justru berkata:
( نَحْنُ أَبْنَاءُ اللهِ وَأَحِبَّاؤُهُ، وَنَحْنُ أَشَدُّ حُبًّا للهِ مِمَّا تَدْعُوْنَا إِلَيْهِ )
“Kami adalah anak-anak dan para kekasih Alloh ﷻ, dan kami lebih mencintai Alloh ﷻ dibandingkan seruan yang engkau dakwah-kan kepada kami,” maka turunlah ayat ini.
3. Riwayat Abu Sulaiman ad-Dimasy-qiy rahimahullah, bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang Nashrani dari Najran.
(Lihat: Zād al-Masīr fī ‘Ilm at-Tafsīr: 1/304)
Semua riwayat tersebut menggambarkan bahwa pengakuan cinta kepada Alloh ﷻ yang diungkapkan oleh para penganut dan pemeluk agama apapun agamanya membutuhkan bukti nyata yang dikehendaki oleh Rabb yang mereka cintai.
Cinta bukan hanya pengakuan lisan atau ungkapan perasaan hati, namun harus melahirkan ketundukan dan kepasrahan terhadap yang dicintainya.
Saudaraku kaum muslimin...
Membenarkan semua kabar berita atau informasi shahih (benar) yang bersumber dari Rasulullah ﷺ merupakan salah satu ushūl (pokok) keimanan, baik kabar berita yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu, masa kini ataupun masa yang akan datang.
Ketika Rasulullah ﷺ isrā’ (diperjalankan) ke Masjidil Aqsha, orang-orang (kaum Quraysy) pun gaduh saling memperbincangkan kebenarannya. Sebagian mereka ada yang menyatakan murtad, dan sebagian lain ada yang membenarkan dan mengimaninya dengan sepenuh hati.
Saat itu, tokoh-tokoh utama para pengingkar kebenaran peristiwa isrā’ dan mi’rāj mendatangi Abu Bakar rda untuk membuktikan bahwa pengingkaran mereka adalah benar. Salah satu tokoh mereka berkomentar:
( هَلْ لَكَ إِلَي صَاحِبِكَ يَزْعُمُ أَنَّهُ أُسْرِيَ بِهِ اللَّيْلَةَ اِلَي بَيْتِ الْمَقْدِسِ؟ )
“Apakah engkau belum bertemu dengan shahabatmu yang mengaku telah diperjalankan di waktu malam ke Baitul Maqdis?”
Dengan tenang Abu Bakar rda menjawab:
( أَوَ قَالَ ذَلِكَ؟ )
“Betulkah beliau mengatakan demikian?”
Serta merta mereka menegaskan “Ya!!”
Namun tanpa diduga oleh me-reka, sepenggal kata mulia meluncur dari lisan mulia Abu Bakar rda:
( لَئِنْ كَانَ قَاَل ذَلِكَ لَقَدْ صَدَقَ )
“Jika beliau mengatakan demikian, sudah pasti benar adanya!”
Mereka tetap penasaran, lalu mengajukan pertanyaan berikutnya:
( أَوَتُصَدِّقُهُ اَنَّهُ ذَهَبَ اللَّيْلَةَ اِلَي بَيْتِ الْمَقْدِسِ وَجَاءَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ؟ )
“Apakah engkau akan membenarkannya juga walaupun dia mengaku telah pergi ke Baitul Maqdis hasnya dalam satu malam saja, lalu sudah kembali lagi sebelum datangnya pagi hari?”
Sekali lagi kata tegas dan jawaban mulia terlontar ke telinga mereka:
( نَعَمْ! َلأُصَدِّقُهُ فِيْمَا هُوَ أَبْعُدَُ مِنْ ذَلِكَ، أُصَدِّقُهُ بِخَبَرِالسَّمِاءِ فِي غَدْوَةٍ أَوْ رَوْحَةٍ )
“Ya, pasti! Saya akan membenarkannya, sekalipun yang beliau ceritakan lebih dari itu! Saya akan selalu membenarkan kabar dari langit, baik datang di waktu pagi ataupun sore hari.”
(HR. al-Hākim 3/62, Silsilah al-Ahādīts ash-Shahīhah: 306)
Pantaslah apabila tokoh mulia ini mendapat gelar ash Shiddīq, karena beliau selalu membenarkan kabar berita yang disampaikan Rasulullah ﷺ.
Saudaraku kaum muslimin…
Bukti nyata paling jelas bagi orang-orang yang mengaku cinta kepada Alloh ﷻ adalah dengan mengikuti dan menta’ati rasul-Nya ﷺ. Bahkan hal ini merupakan tanda orang-orang yang mengharapkan pahala dari Alloh ﷻ dan surga-Nya.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah ﷺ itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh ﷻ dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh ﷻ.” [QS. al-Ahzāb : 21]
Ayat ini menurut Ibnu Katsir rahimahullah merupakan pokok utama dalam meneladani setiap perkataan, perbuatan dan sikap Rasulullah ﷺ.
(Tafsīr Ibnu Katsīr: 3/435)
Oleh karena itu, kita harus ittibā’ kepada Rasulullah ﷺ, baik dalam dalam akidah, ibadah, akhlak, hukum, tarbiyyah, dakwah, dan dalam seluruh sisi kehidupan kita lainnya, karena itulah jalan keselamatan yang telah terbentang dihadapan kita.
Dan agar kita lulus dari ujian cinta kepada Alloh ﷻ, maka janganlah ragu, bahkan jangan pernah ragu sedikitpun, yaitu untuk ittibā’ kepada Rasulullah ﷺ, dengan mengetahui, memahami, meniti, mengamalkan, mendakwahkan dan memperjuangkan Sunnahnya yang suci!
Wallahu a’lam bishawab
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
0️⃣1️⃣ iiN ~ Boyolali
Ustadz, dalam mencintai Rasul, kita juga menganut para Imam, kalau kita memilih ajaran yang paling "enak atau mudah" menurut para Imam boleh kah ustadz? Contohnya kadang saya menganut Imama Syafi'i, di hal lain saya menganut Imam Hambali. Bagaimana Ustadz?
🌸Jawab:
Mengikuti pendapat para imam mujtahid seperti 4 ulama mazhab tidaklah salah. Sebab mereka adalah orang orang sholeh yang faham agama dan sudah berupaya untuk berittiba' pada nabi dengan sepenuh hati.
Yang paling harus kita perhatikan adalah landasan dalil yang mereka gunakan ketika ber ijtihad, agar kita mengetahui pendapat mana yang lebih kuat apabila diantara mereka ada perbedaan pendapat.
Wallahu a’lam bishawab
🔹Ijtihad itu apa ustadz?
Harus mengambil pendapat yang lebih kuat ya ustadz, kalau ambil yang paling enak dan mudah saja bagaimana ustadz?
🌸Upaya mengeluarkan kandungan ilmu dari setiap nash dalil, setelah mengumpulkan semua dalil yang setema dengan bersungguh-sungguh.
Sebaiknya jangan tebang pilih. Upayakan mengikuti secara totalitas.
Wallahu a’lam bishawab
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
Alloh ﷻ sudah mengutus Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik, contoh paling sempurna dan jalan mendapatkan cinta serta rahmat Alloh ﷻ.
Oleh karenanya, mari kenali beliau dengan terus membaca shiroh atau sejarah, pelajari hadits hadits beliau agar mengetahui perkara yang diperintahkan dan yang dilarang.
Perlu kita ingat, bahwa Alloh ﷻ mewajibkan kita mencintai beliau, dan seseorang tidak mungkin mencintai beliau kecuali setelah mengenalnya.
Mari pelajari shiroh nabawiyah, semoga Alloh ﷻ pupuk cinta di hati kita kepada beliau dan terus bermekaran, dan memampukan kita berittiba' padanya.
Wallahu a’lam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar