OLeH: Ustadz Mukhtar Azizi, S.Pd.I
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم
💎HIS MAJESTY IS HUMAN
★
In everyday life we often witness two people who are faced with the same two difficulties but their responses and effects are different. For example, there are two people who have experienced termination of employment. One responds to the incident with a positive attitude so that the job loss does not make it worse, but instead makes it progress. For him, losing his job is not the end of the world, but the beginning of getting out of his comfort zone and routine to a zone full of challenges and glory. However, the other person responded to the event with a negative and pessimistic attitude. Losing a job is seen as the beginning of losing everything. As a result, his life became worse. So, what is the nature of that difficulty? Why do two different people respond to the same difficulty in different ways? According to the Koran, difficulties or troubles are a part of human life. Whoever we are, as long as we are still human, we must have, are, and will get into trouble. This is confirmed by the verse, "Surely We have created man to be under difficulty." (QS. al-Balad: 4). The Koran mentions difficulty (painstakingly) with the word kabad. The word kabad itself is a root word with kabid which means heart. So, when the Qur'an mentions difficulties with the word kabad, it indicates that distress and pleasure are one of which is determined by the condition of the heart.
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menyaksikan dua orang yang dihadapkan pada dua kesulitan yang sama namun respons dan efeknya berbeda.
Misalnya, ada dua orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Yang satu merespons kejadian tersebut dengan sikap positif sehingga hilangnya pekerjaan tidak menjadikannya terpuruk malah menjadikannya semakin maju.
Baginya kehilangan pekerjaan bukan kiamat, tapi awal keluar dari zona nyaman dan rutinitas menuju zona penuh tantangan dan kemuliaan. Namun, orang yang satunya lagi merespons peristiwa tersebut dengan sikap negatif dan pesimis.
Kehilangan pekerjaan dianggap sebagai awal kehilangan segalanya. Akibatnya hidupnya menjadi lebih terpuruk. Lantas, apa hakikat kesulitan itu? Mengapa dua orang yang berbeda merespon satu kesulitan yang sama dengan cara yang berbeda?
Menurut Al Quran, kesulitan atau kesusahan merupakan bagian hidup manusia. Siapapun kita sepanjang masih berstatus manusia pasti pernah, sedang, dan akan mendapat kesulitan. Hal tersebut ditegaskan oleh ayat, ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. al-Balad: 4).
Al Quran menyebut kesulitan (susah payah) dengan kata kabad. Kata kabad sendiri seakar kata dengan kabid yang berarti hati. Jadi, ketika Al Quran menyebut kesulitan dengan kata kabad, itu mengisyaratkan bahwa kesusahan dan kesenangan salah satunya ditentukan oleh kondisi hati.
فأما ٱلإنسن إذا ما ٱبتلىه ربه فأكرمه ونعمه فيقول ربى أكرمن وأمآ إذا ما ٱبتلىه فقدر عليه رزقه فيقول ربى أهنن"
★
"So as for humans, if God tests him and then glorifies him and gives him pleasure, then he says, 'My Lord has glorified me.' However, if God tests him and limits his sustenance, then he says, 'My Lord has insulted me`." (QS. Alfajr : 15-16).
Everyone wants their life to be glorious and happy in this world and in the hereafter. No one wants their life to be miserable or even despicable. However, we are often mistaken and misconceptions in classifying the so-called noble and despicable people. The view of most people in measuring glory only in terms of material, personal wealth, having a handsome or beautiful appearance, or a high position.
فَأَمَّا ٱلْإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكْرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَكْرَمَنِ وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَهَٰنَنِ
"Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberikannya kesenangan, maka dia berkata, 'Tuhanku telah memuliakan ku'. Namun, bila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, 'Tuhanku telah menghinaku'.''
(QS. Alfajr: 15-16).
Semua orang ingin hidupnya mulia dan bahagian di dunia maupun di akhirat. Tidak ada seorang pun yang ingin hidupnya sengsara apalagi hina. Namun, kita sering keliru dan salah persepsi dalam menggolongkan siapa yang disebut orang mulia dan orang yang hina. Pandangan sebagian besar orang dalam mengukur kemuliaan hanya dari segi materi, kekayaan pribadi, memiliki rupa tampan atau cantik, ataupun jabatan yang tinggi.
Wallahu a'lam
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
0⃣1⃣ Kiki ~ Dumai
Ustadz, bagaimana tipsnya agar kita bisa merespon hal-hal yang terjadi di diri kita dengan respon yang positif ya ustadz?
🌀Jawab:
★By rethinking and understanding the contents, you will think positively with a cool heart.
Dengan berpikir ulang kembali dan memahami isinya, Anda akan dapat berpikir positif dengan hati yang adem.
Wallahu a'lam
0⃣2⃣ Yulia ~ Bekasi
Ustadz bagaimana cara kita bangkit dari keterpurukan saat terendah dalam hidup? Ada sebagian orang mempunyai titik terendah dalam hidupnya.
🌀Jawab:
★How to rise only with dhikr and Zuhud in it, namely always relying on Allah and His Messenger. because we are all noble creatures and the best is that there is faith and good deeds.
Caranya bangkit hanya dengan dzikir dan zuhud di dalamnya yaitu senantiasa bersandar kepada Alloh ﷻ dan Rasul-Nya. karena kita semua adalah makhluk mulia dan yang terbaik adalah iman dan amal shalih.
Wallahu a'lam
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
★Awakening will occur when there is strong faith and piety through good deeds.
Kebangkitan akan terjadi ketika ada iman dan ketakwaan yang kuat melalui amal shalih.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar