Kamis, 28 Februari 2019
TERGELINCIRNYA WANITA
OLeH: Ustadz Farid Nu'man Hasan
💎M a T e R i💎
🌸TERGELINCIRNYA KAUM WANITA
Berikut ini sebab-sebab kenapa wanita tergelincir ke lumpur dosa bahkan ke neraka.
1. MENGOLOK-OLOK WANITA LAIN
Dalam perkumpulan kaum wanita, baik ibu-ibu, atau remaja putri, sering kali mengolok-olok wanita lain menjadi makanan sehari-hari. Objeknya adalah penampilan wanita tersebut, keadaan anaknya, keadaan suaminya, dan sebagainya.
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok)."
(QS. Al-Hujurat, Ayat 11)
Ayat di atas menggunakan kata Laa Yaskhar (jangan mengolok), kata dasarnya sakhira-yaskharu, yang bermakna mengolok, menghina, mengejek, mencibir.
Pada kalimat pertama larangan mengolok-olok secara umum, lalu secara khusus untuk kaum wanita. Kenapa wanita dikhususkan? Imam Al Qurthubiy Rahimahullah menjelaskan:
أفرد النساء بالذكر لأن السخرية منهن أكثر
Disebutkan kaum wanita secara menyendiri, karena ejekan dari mereka lebih banyak. (Tafsir Al Qurthubiy, 16/326)
Imam Al Qurthubiy Rahimahullah menyampaikan beberapa riwayat yang disebut menjadi sebab turunnya ayat ini:
√ Tentang Ummu Salamah Radhiyallahu Anha
Saat Ummu Salamah memakai pakaian putih sampai menjulur bagian belakangnya ke tanah, lalu Aisyah Radhiyallahu Anha berkata kepada Hafshah Radhiyallahu Anha:
انظري! ما تجر خلفها كأنه لسان كلب
"Lihat tuh, bagian belakangnya nyengser, kaya lidah anjing."
Sementara Anas bin Malik dan Ibnu Zaid menceritakan, para wanita menghina Ummu Salamah dengan sebutan "pendek."
Imam Al Qurthubiy Rahimahullah mengatakan:
وقيل: نزلت في عائشة، أشارت بيدها إلى أمu سلمة، يا نبي الله إنها لقصيرة.
Disebutkan, bahwa ayat ini turun tentang Aisyah, ketika dia mengisyaratkan tangannya ke Ummu Salamah; "Wahai Nabiyallah, wanita ini benar-benar pendek."
√ Tentang Shafiyyah, diejek "wanita Yahudi anak dari Yahudi."
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma menceritakan bahwa Shafiyyah Radhiyallahu'Anha mendatangi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan berkata:
يا رسول الله، إن النساء يعيرنني، ويقلن لي يا يهودية بنت يهوديين! فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:] هلا قلت إن أبي هارون وإن عمي موسى وإن زوجي محمد [. فأنزل الله هذه الآي
Wahai Rasulullah, kaum wanita telah menghinaku, mereka memanggilku: "Wahai wanita Yahudi anak dari orang-orang Yahudi."
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Kamu jawab saja, ayahku Harun, pamanku Musa, suamiku Muhammad." (Turunlah ayat tersebut).
(Tafsir Al Qurthubiy, Ibid)
Kita lihat, istri Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pun bisa mengalami, hanya saja mereka hidup di madrasah kenabian, di masa wahyu masih turun, sehingga ada "rem pakem" yang bisa menahan mereka dan segera mereka menyadari kesalahannya.
Ada pun saat ini, sering kali ejekan, olok-olok, meluncur begitu saja tidak terkendali. Jika dinasihati, justru melakukan perlawanan, kecuali yang Allah Ta'ala rahmati dan bisa berubah dan sadar atas kesalahannya.
2. MENYAKITI ATAU MENGGANGGU TETANGGA DENGAN LISANNYA
Salah satu sebab tergelincirnya kaum wanita adalah kurang menjaga lisan terhadap tetangganya. Selalu saja ada "objek" yang dibicarakan tentang mereka. Baik yang disukai atau tidak, yang positif atau negatif. Sehingga membuat tetangganya tidak nyaman dan terganggu oleh perbuatannya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu:
قيل للنبى - صلى الله عليه وسلم - إن فلانة تقوم الليل وتصوم النهار وتفعل وتفعل الخيرات وتتصدق وتؤذى جيرانها بلسانها فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - لا خير فيها هى من أهل النار قيل وفلانة تصلى المكتوبة وتتصدق من الأثوار من الأقط ولا تؤذى أحد فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - هى من أهل الجنة
Dikatakan kepada Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam:
"Si Fulanah (wanita), rajin shalat malam, shaum di siang hari, banyak melakukan kebajikan dan bersedekah, tapi mulutnya suka mengganggu tetangganya."
Nabi menjawab: "Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka."
Dikatakan lagi: "Sementara, Si Fulanah dia hanya shalat wajib, bersedekah, tapi tidak pernah menyakiti siapa pun."
Nabi Shalallahu'Alaihi wa Sallam menjawab: "Dia termasuk penduduk surga."
(HR. Bukhari, Adabul Mufrad no. 119, Al Hakim, 4/116, Ahmad, 2/440)
Dalam hadits lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Dari Abu Hurairah, Bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya."
(HR. Muslim no. 73)
Dari Abu Musa Al Asy'ariy Radhiallahu 'Anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْمُسْلِمِينَ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya: "Muslim yang bagaimana yang paling utama?"
Beliau menjawab: "Yaitu orang yang muslim lainnya aman dari lisan dan tangannya."
(HR. At Tirmidzi no. 2627, kata Imam At Tirmidzi: Hasan Shahih)
Bagaimana mungkin seorang muslim menyakiti saudara seorang muslim, apalagi itu tetangganya sendiri, kepada hewan saja kita dilarang menyakiti?
Imam Al Fudhail bin 'Iyadh berkata:
والله ما يحل لك أن تؤذي كلباً ولا خنزيراً بغير حق، فكيف تؤذي مسلما؟
Demi Allah, tidak halal bagimu menyakiti anjing dan babi dengan tanpa alasan yang benar, lalu bagaimana kau bisa menyakiti seorang muslim?
(Durar min Aqwaal Aimmah As Salaf)
3. MEMAKAI PARFUM DI LUAR RUMAH
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Perempuan mana pun yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium wanginya maka perempuan tersebut adalah zaaniyah (wanita pezina).”
(HR. An Nasa'i no. 5126, hasan)
Tidak semua minyak wangi terlarang bagi wanita. Mereka dibolehkan memakainya di rumah saat bersama keluarganya sendiri apalagi dihadapan suaminya, bahkan itu menjadi ibadah jika dalam rangka menyenangkan suami.
Bagaimana saat di luar rumah? Mereka dibolehkan dengan parfum khafiy (samar) aromanya, aromanya kalem, tapi nyata warnanya. Itulah parfum wanita dalam Islam.
Para ulama menjelaskan:
وَيُسَنُّ لِلْمَرْأَةِ فِي غَيْرِ بَيْتِهَا بِمَا يَظْهَرُ لَوْنُهُ وَيَخْفَى رِيحُهُ، لِخَبَرٍ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ طِيبُ الرِّجَال مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ، وَطِيبُ النِّسَاءِ مَا خَفِيَ رِيحُهُ وَظَهَرَ لَوْنُهُ وَلأَِنَّهَا مَمْنُوعَةٌ فِي غَيْرِ بَيْتِهَا
Disunnahkan bagi wanita di saat tidak dirumahnya memakai yang nampak warnanya dan khafiy (tersembunyi/samar) aromanya, berdasarkan hadits riwayat At Tirmidzi, An Nasa'iy, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu:
"Parfumnya laki-laki adalah yang tercium aromanya dan tersembunyi warnanya, sedangkan parfum wanita adalah yang nampak warnanya dan khafiy aromanya, sebab wanita terlarang memakainya di luar rumahnya.
(Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 12/174)
Paling mendekati maksud "Nampak warnanya dan tersembunyi aromanya" seperti pewarna tangan (khidhab, hena).
Ada pun jika memakainya dengan parfum yang bisa tercium menyengat kaum laki-laki maka itulah yang terlarang.
Imam Al Munawi Rahimahullah mengatakan:
(أيما امرأة استعطرت) أي استعملت العطر أي الطيب يعني ما يظهر ريحه منه (ثم خرجت) من بيتها (فمرت على قوم) من الأجانب (ليجدوا ريحها) أي بقصد ذلك (فهي زانية) أي كالزانية في حصول الإثم
Wanita manapun yang memakai minyak wangi, yaitu yang tercium aromanya lalu dia keluar dari rumahnya dan melewati sekelompok ajnabiy (bukan mahram) agar mereka mencium aromanya maka dia wanita pezina yaitu mendapat dosa yang semisal zina.
(Faidhul Qadir, 3/147)
Ada pun bagi wanita yang bau badannya menyengat, maka dia bisa bersihkan diri sebaik-baiknya, kurangi makan dengan bumbu yang aromanya tajam, serta memakai bedak ketiak yang meredam bau badan saja, bukan dengan aroma yang menyengat.
4. MENYAMBUNG RAMBUTNYA
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
أَنَّ جَارِيَةً مِنْ الْأَنْصَارِ تَزَوَّجَتْ وَأَنَّهَا مَرِضَتْ فَتَمَعَّطَ شَعَرُهَا فَأَرَادُوا أَنْ يَصِلُوهَا فَسَأَلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
“Seorang wanita Anshar hendak menikah, dia dalam keadaan sakit dan rambutnya rontok, mereka hendak menyambungkan rambutnya (seperti wig, konde, dan sanggul), lalu mereka bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau menjawab: “Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR. Bukhari no. 5590 Muslim no. 2123)
Dari Asma’ Radhiallahu ‘Anha dia berkata:
سَأَلَتْ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنَتِي أَصَابَتْهَا الْحَصْبَةُ فَامَّرَقَ شَعَرُهَا وَإِنِّي زَوَّجْتُهَا أَفَأَصِلُ فِيهِ فَقَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمَوْصُولَةَ
“Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, anak gadis saya terkena penyakit yang membuat rontok rambutnya dan saya hendak menikahkannya, apakah boleh saya sambung rambutnya?” Beliau bersabda: “Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR. Bukhari no. 5597)
Imam Abu Daud Rahimahullah menjelaskan:
وَتَفْسِيرُ الْوَاصِلَةِ الَّتِي تَصِلُ الشَّعْرَ بِشَعْرِ النِّسَاءِ وَالْمُسْتَوْصِلَةُ الْمَعْمُولُ بِهَا ...
“Tafsir dari Al Washilah adalah wanita penyambungkan rambut dengan rambut wanita lain, dan Al Mustawshilah adalah wanita yang menjadi objeknya (yang disambung rambutnya)..."
(Lihat Sunan Abu Daud, pada keterangan hadits no. 417. Juga lihat As Sunan Al Kubra-nya Imam Al Baihaqi no. 14611, Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 8/67. Al Maktabah As Salafiyah)
Menyambung rambut seperti memakai wig, konde, dan sejenisnya adalah haram. Hal ini ditegaskan oleh Al ‘Allamah Asy Syaukani Rahimahullah berikut ini:
والوصل حرام لأن اللعن لا يكون على أمر غير محرم
“Menyambung rambut adalah haram, karena laknat tidaklah terjadi untuk perkara yang tidak diharamkan.” (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 6/191. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah)
Bahkan Al Qadhi ‘Iyadh menyebutkan hal itu sebagai maksiat dan dosa besar, lantaran adanya laknat bagi pelakunya. Termasuk juga orang yang ikut serta dalam perbuatan ini, maka dia juga mendapatkan dosanya, sebagaimana orang yang ikut serta dalam kebaikan, maka dia juga dapat pahalanya. (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/236. Mawqi’ Ruh Al Islam. Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmalul Mu’lim, 6/328. Maktabah Al Misykah)
Begitu pula yang difatwakan oleh Imam An Nawawi Rahimahullah:
وَهَذِهِ الْأَحَادِيث صَرِيحَة فِي تَحْرِيم الْوَصْل ، وَلَعْن الْوَاصِلَة وَالْمُسْتَوْصِلَة مُطْلَقًا ، وَهَذَا هُوَ الظَّاهِر الْمُخْتَار
"Hadits-Hadits ini dengan jelas mengharamkan secara mutlak menyambung rambut, dan terlaknatnya orang yang menjadi penyambungnya dan orang yang disambung rambutnya, dan inilah yang benar lagi menjadi pendapat pilihan.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/236)
Beliau juga menyebutkan rincian yang dibuat oleh madzhabnya, Syafi’iyah, yakni jika rambut tersebut adalah rambut manusia maka sepakat keharamannya, baik itu rambut laki atau wanita, rambut mahramnya, suaminya, atau selain keduanya, maka haram sesuai keumuman haditsnya.
Alasannya, karena diharamkannya pemanfaatan rambut manusia baik keseluruhan atau bagian-bagiannya itu dalam rangka memuliakannya. Bahkan seharusnya dikubur, baik rambut, kuku atau bagian-bagian keseluruhannya. Jika rambut tersebut adalah bukan rambut manusia, rambut tersebut najis seperti rambut bangkai dan rambut hewan yang tidak dimakan, maka dia haram juga menurut hadits, sebab dengan demikian secara sengaja dia membawa najis dalam shalat dan di luar shalat. Sama saja dua jenis ini, baik untuk dipakai pada orang yang sudah kawin atau belum, baik laki-laki atau wanita. Ada pun rambut suci selain rambut manusia, jika dia (pelakunya) belum kawin dan tidak punya tuan, maka haram juga. Jika dia sudah kawin atau punya tuan, maka ada tiga pendapat: pertama, tetap tidak boleh juga, sesuai zahir hadits tersebut. Kedua, tidak haram. Dan yang shahih menurut mereka (syafi’iyah) adalah jika melakukannya dengan izin dari suaminya atau tuannya, maka boleh. Ketiga, jika tidak diizinkan maka haram. (Ibid)
Demikian rincian yang dipaparkan Imam An Nawawi. Namun, jika kita merujuk hadits yang ada maka rambut apa pun, dan dari siapa pun adalah haram. Sebab, tak ada perincian ini dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka larangannya berlaku umum.
🔷MENYAMBUNG RAMBUT BUKAN DENGAN RAMBUT
Bagaimana jika menyambung rambut dengan selain rambut seperti dengan benang sutera, wol, atau yang semisalnya? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Imam An Nawawi menyebutkan bahwa, Imam Malik, Imam Ath Thabari, dan kebanyakan yang lainnya mengatakan, tidak boleh menyambung rambut dengan apa pun juga, sama saja baik dengan rambut, wol, atau kain perca. Mereka berdalil dengan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan peringatan bagi seorang wanita yang telah menyambung rambutnya dengan sesuatu.
Sementara Imam Laits bin Sa’ad, dan Abu ‘Ubaidah meriwayatkan dari banyak fuqaha, mengatakan bahwa larangan tersebut hanyalah khusus untuk menyambung dengan rambut. Tidak mengapa menyambung dengan wol, secarik kain perca, dan semisalnya. Sebagian mereka mengatakan: semua hal itu boleh, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah. Tetapi itu tidak shahih dari Aisyah, bahkan sebaliknya, diriwayatkan darinya sebagaimana pendapat mayoritas (yaitu terlarang). (Ibid. Lihat juga Tuhfah Al Ahwadzi, 8/66)
Syaikh Sayyid Sabiq juga menyebutkan bahwa jika menyambung rambut dengan selain rambut manusia seperti benang sutera, wol, dan yang sejenisnya, maka Said bin Jubeir, Ahmad dan Laits bin Sa’ad membolehkannya. (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, 3/496. Darul Kitab Al ‘Arabi)
Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat mayoritas ulama, yang menyatakan keharamannya. Karena dua hal, pertama, kaidah fiqih: al umuru bi maqaashidiha (permasalahan dinilai berdasarkan maksudnya). Walau tidak menggunakan rambut, tetapi pemakaian bahan wol, kain perca, dan sejenisnya diniatkan oleh pemakainya sebagai sambungan bagi rambutnya, maka hal itu termasuk bagian dari Al Washl – menyambung rambut. Kedua, keumuman makna hadits tersebut menunjukkan segala aktifitas menyambungkan rambut tidak terbatas pada jenis rambutnya, baik asli atau palsu, sama saja.
Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan, ada pun mengikatkan benang sutera berwarna warni di rambut, dan apa saja yang tidak menyerupai rambut, itu tidak termasuk kategori menyambung rambut yang terlarang. Hal itu sama sekali tidak ada maksud untuk menyambung rambut, melainkan untuk menambah kecantikan dan keindahan, sama halnya dengan melilitkannya pada pinggang, leher, atau tangan dan kaki. (Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmalul Mu’allim, 6/328. Maktabah Al Misykat)
Apa yang dikatakan oleh Al Qadhi ‘Iyadh ini, untuk makna zaman sekarang adalah seperti seorang wanita yang mengikatkan pita rambut, bandana, bando, atau syal. Ini memang bukan termasuk menyambung rambut {berbeda dengan wig dan konde} dan tentu saja boleh. Tetapi, pembolehan ini hanyalah di depan suami atau mahramnya seperti kakek, ayah, paman, kakak, adik, keponakan, anak, dan mahram lainnya. Sedangkan di depan non mahram, maka hukumnya sama dengan hukum menutup aurat bagi wanita di depan non mahram, yakni tidak boleh terlihat seluruh tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangan, sebagaimana pendapat jumhur.
Demikian.
Wallahu a'lam
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎TaNYa JaWaB💎
0⃣1⃣ Ayu ~ Klaten
Assalamu'alaykum Ustadz,
Bagaimana cara kita supaya terhindar dari dosa ghibah di lingkup keluarga dan sekitar (red:ibu-ibu) dan yang saya tahu bahwa yang mendengar juga dosa, bagaimana caranya untuk memberikan nasehat namun tidak menggurui kepada yang lebih tua supaya berhenti dari ghibah dan terkadang diri ini juga jadi ikut terpancing.
🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Ini ya...
Peringatkan Si Tukang Ghibah Bukan Justru Mendengarkannya
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:
واعلم : أن المستمع للغيبة شريك فيها، ولا يتخلص من إثم سماعها إلا أن ينكر بلسانه، فإن خاف فبقلبه وإن قدر على القيام، أو قطع الكلام بكلام آخر، لزمه ذلك . وقد روى عن النبى صلى الله عليه وآله وسلم أنه قال : من أذل عنده مؤمن وهو يقدر أن ينصره أذله الله عز وجل على رؤوس الخلائق " وقال صلى الله عليه وآله وسلم : " من حمى مؤمناً من منافق يعيبه، بعث الله ملكاً يحمى لحمه يوم القيامة من نار جهنم " ورأى عمر بن عتبة مولاه مع رجل وهو يقع في آخر، فقال له : ويلك نزه سمعك عن استماع الخنا كما تنزه نفسك عن القول به، فالمستمع شريك القائل، إنما نظر إلى شر ما في وعائه فأفرغه في وعائك
Ketahuilah, bahwasanya menjadi pendengar ghibah sama juga terlibat dalam ghibah. Dia tidak akan lepas dari dosa mendengarkannya kecuali jika dia mengingkari dengan lisannya, jika dia takut minimal ingkari dengan hatinya. Jika dia mampu meluruskan atau memutuskan (alihkan) pembicaraan ke pembicaraan lain maka lakukanlah itu.
Diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa Beliau bersabda: “Barang siapa yang dihadapannya ada seorang mu’min direndahkan, padahal dia mampu membelanya, maka Allah akan rendahkan dia dihadapan para makhluk.” 1]
Dalam hadits lain: “Barang siapa yang melindungi seorang mu’min dari munafiq yang menggunjingnya maka Allah akan utus malaikat untuk menjaga dagingnya dari sengatan neraka Jahanam pada hari kiamat.” 2]
Umar bin Utbah melihat pelayannya sedang bersama seseorang yang sedang menggunjing orang lain. Beliau berkata:
“Celaka kamu, jagalah telingamu dan jangan dengarkan pembicaraan yang kotor, sebagaimana kamu menjaga lisanmu dari pembicaraan kotor, karena orang yang mendengarkan adalah sekutu bagi orang yang membicarakan. Dia melihat sesuatu yang buruk ada di bejananya lalu menuangkan keburukan itu ke bejanamu."
1] HR. Ahmad No. 15985, Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman No. 7227, Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 5554. Semua perawinya terpercaya kecuali Ibnu Lahi'ah, dia terkenal dhaifnya. Para ulama mendhaifkan hadits ini seperti Syaikh Syuaib Al Arnauth (Ta'liq Musnad Ahmad No. 15985), Syaikh Al Albani (Dhaiful Jami' No. 5380). Tapi, Imam As Suyuthi menyatakan: hasan. (Al Jaami' Ash Shaghiir No. 8375)
2] HR. Abu Daud No. 4885, Ahmad No. 15649, Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman No. 7225, Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 433. Hadits ini didhaifkan oleh Syaikh Syuaib Al Arnauth. (Ta'liq Musnad Ahmad No. 15649). Namun dihasankan oleh Syaikh Al Albani. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 4883)
[Imam Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ar Rub'uts Tsaalits, Hal. 30-31]
0⃣2⃣ Yayi ~ Sukabumi
Assalamu'alaikum ustadz,
Seorang wanita yang bersuami ketika ber-sosmed tidak menampakan dirinya dalam photo profilnya sehingga banyak teman-teman sekolahnya yang ingin menyambung silaturahmi dengannya tidak mengenalinya tapi kemudian perceraian terjadi karena sesuatu hal dan si wanita itu mulai menampakkan identitas yang sesungguhnya untuk menyambung kembali silaturahmi dengan teman-temannya dulu, apakah itu salah satu sebab tergelincirnya seorang wanita ke dalam dosa?
🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Ini ya:
Foto profil Muslimah di Medsos
(Ini termasuk persoalan yang sangat sering ditanyakan)
Bismillahirrahminirrahim ...
Dalam masalah ini, kami tidak akan membahas hukum foto makhluk bernyawa, yang mana para ulama Islam berbeda pendapat antara yang mengharamkan kecuali ada kebutuhan darurat seperti KTP, pasport dan sejenisnya, dan ada yang membolehkan dengan sejumlah syarat dan rambu-rambu.
Ada pun yang foto profilnya {baik facebook, WA, BBM, dan lainnya} secara demonstratif menampakkan auratnya dengan berbagai pose; rambut, leher, lengan, betis, sehingga dilihat banyak mata laki-laki yang bukan mahram, maka ini jelas terlarang, ini mujahir yaitu orang yang terang-terangan menampakkan maksiat dan kedurhakaannya, bahkan dosa besar.
Sebab menutup aurat adalah kewajiban yang telah diketahui secara pasti dalam agama ini. Apalagi jika yang ditampakkan lebih dari bagian-bagian tersebut.
Sedangkan bagi muslimah yang telah menutup auratnya secara sempurna, hendaknya dia melanjutkan kesempurnaan itu dengan akhlaknya, diantaranya adalah rasa malu dan ‘iffah (pengendalian diri yang baik). Rasa malu inilah yang menjadi alat kontrol bagi dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang buruk atau berpotensi buruk. Memajang foto diri di medsos, baik sebagai foto profil atau lainnya, walau sudah menutup aurat bukan berarti tanpa fitnah dan bahaya.
Sedangkan Islam agama yang sangat menekankan atas tertutupnya semua pintu fitnah dan bahaya.
Maka, bukan hal yang mengherankan jika di zaman canggih ini, ada wanita berjilbab yang fotonya disalahgunakan orang jahat untuk kepentingan syahwat mereka. Ya, mereka memang jahat, tapi kejahatan mereka gayung bersambut dengan peluang yang ada. Maka, jika tanpa ada kebutuhan mendesak dan dibenarkan syariat, lebih baik tidak menampilkan foto diri di medsos.
Dihindarinya hal ini agar tidak terjerumus dalam keharaman, istilahnya Sad Adz Dzara’i,
Syaikh Muhammad Sulaiman Abdullah Al Asyqar Hafizhahullah berkata dalam Al Waadhih:
سد الذرائع : هو منع الأمر المباح الذى يتواصل به الى المحرم، سواء قصد به فاعله الوصول الى المحرم، أو لم يقصد ذلك، فيمنع لئلا يتوصل به إلى المحرم غيره من الناس
Sadd Adz- Dzara’i adalah larangan terhadap perkara yang mubah yang bisa mengantarkan kepada hal yang diharamkan. Sama saja, apakah dia memaksudkan dari perbuatan itu sampai kepada perkara haram atau dia tidak memaksudkannya, maka ini dilarang agar dia dan orang lain tidak sampai kepada hal yang diharamkan.
(Syaikh Muhammad Sulaiman Abdullah Asyqar, Al Waadhih fi Ushul Al Fiqh, Hal. 159)
Demikian. Wallahu A’lam
0⃣3⃣ Faridah ~ Cileungsi
Assalamu'alaikum Ustadz,
1. Mengenai parfum kalau pewangi baju kan ada juga yang aromanya tajam sekali itu bagaimana ustadz? Boleh apa tidak?
2. Mengenai rambut kadang kan suka rontok sebaiknya rambut yang rontok itu diapain ya ustadz, dibuang di tong sampah apa sebaiknya di kubur?
🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
1. Pilih jangan yang aromanya tajam. Yang biasa saja.
2. Di Kubur lebih afdol. Kumpulkan dulu, lalu kuburkan.
Wallahu a'lam.
0⃣4⃣ Evi ~ Jakarta Selatan
Assalamualaikum,
1. Saya seorang ibu dengan anak dua anak TK setiap hari Senin sampai Jumat selalu menunggu anak-anak sampai selesai sekolah dan di tempat menunggu banyak ibu-ibu lain yang menunggu dan kami pun menunggu anak-anak dengan bercengkrama ngobrol-ngobrol, kadang ada beberapa obrolan kami yang mengomentari seseorang. Nah bagaimana sikap saya agar saya tidak ikutan ghibah seperti mereka?
2. Apabila kita tidak pernah mengganggu tetangga tapi dari penampilan tetangga saya perempuan selalu berpakaian sexy dan minim apabila keluar rumah dan pernah suami saya ketika akan berangkat kerja berpapasan dengan dia. Bagaimana sikap kita sebagai istri dan tetangga yang baik melihat situasi seperti ini?
Terimakasih jawabannya.
🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
1. Lihat jawaban no. 1
2. Ingkari di hati, bencikan hal itu. Kalau ada kesempatan coba dekati tetangga itu untuk menjadi objek dakwah, mudah-mudahan dia bisa berubah walau butuh waktu yang lama.
Untuk suami, kalau sedang jalan bareng dengan istri, lalu ketemu wanita seksi, maka buru-buru alihkan pandangan suaminya dengan ajak bicara dia sambil menatap. Jangan dibiarkan, jangan sampai suami "melongo" melihat yang seperti itu.
Syukur-syukur jika suami seorang yang paham, dia langsung menundukkan pandangan walau istrinya belum menegurnya.
Wallahu a'lam.
0⃣5⃣ Kamiliya ~ Karawang
Assalamualaikum Wr.Wb.
Bagaimana pak ustadz untuk menghadapi poin ke-1 dan poin 2.
Baik itu kepada sesama ipar yang selalu mencibir dan membicarakan orang lain terkadang diri sendiri jadi objek obrolannya.
Dan kepada tetangga yang memang luar biasa sekali lisannya, bukan hanya diri sendiri yang jadi bahannya. Orang tua pun bisa jadi bahan omongannya.
Terimakasih.
🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Itu harus diingatkan, sebab membahayakan dirinya dan orang lain di dunia dan membahayakan dirinya saja di akhirat.
Wallahu a'lam.
0⃣6⃣ Yuli ~ Jombang
Assalamualaikum ustadz,
Misalkan ibu-ibu berkumpul dan menceritakan anggota keluarganya sendiri, tentang kebiasaan lucu, sikap dan lain-lain, apakah juga termasuk mengolok-olok?
Terimakasih ustadz.
🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Kalau yang dibicarakan adalah hal-hal positif, lucu, asalkan bukan aib dan keburukan, tidak apa-apa. Itu bukan termasuk ghibah, bukan pula olok-olok.
Wallahu a'lam.
0⃣7⃣ Nenock ~ Surabaya
Assalaamu'alaikuum ustadz,
Terkait penggunaan parfum.
Kalau tujuan agar orang di sekitar nyaman apa diperbolehkan?
Terkadang kalau (maaf) bb begitukan jadi tidak pede dan tidak nyaman Ustadz!
🌸 Jawab:
Wa'alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
"Nyaman" sesuatu yang nisbi atau relatif. Ada yang justru merasa mual dengan minyak wangi seseorang.
Oleh karena itu, seperti yang tertulis dalam artikel, pakai saja yang sekedar meredam BB saja, seperti bedak-bedak di ketiak, atau kurangi makan makanan yang berbumbu kuat, banyak sayur bening. Ini akan mengurangi bau badan.
Wallahu a'lam.
0⃣8⃣ Yuli ~ Jombang
Ustadz, jika karena suatu hal, rambut wanita rontok dan tinggal sedikit, untuk memudahkan mengikat atau menggelung menambahkan kain hitam. Tetapi keluar rumah berhijab. Apakah itu termasuk yang dilarang?
Terimakasih.
🌸Jawab:
Menyambung rambut walau dia tutup pakai hijab tetap terlarang. Sebab, intinya bukan pada ditutup atau tidak, tapi pada penyambungan itu sendiri.
Saran saya dikubur saja rontokan rambut tersebut, Itulah adab Islam terhadap anggota tubuh yang sudah tidak dipakai lagi.
Wallahu a'lam.
🌸🌸🌸🌟🌟🌟🌸🌸🌸
💎CLoSSiNG STaTeMeNT💎
"Wanita shalihah itu bukan berarti tidak pernah salah dan tanpa dosa. Wanita shalihah itu paling tidak, tahu batasan perintah dan larangan, lalu konsisten dengan itu, dan mau bertobat saat tergelincir."
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar