OLeH: Ummu Nadia Alifulia
•┈•◎❀★❀◎•┈•
❀ M a T e R i ❀
•┈•◎❀★❀◎•┈•
💎BAGAIMANA AGAR AKU IKHLAS?
Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Alloh ﷻ semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah:
◾Banyak Berdoa
Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Alloh ﷻ. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:
« اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »
“Ya Alloh ﷻ, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)
Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah, “Ya Alloh ﷻ, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”
◾Menyembunyikan Amal Kebaikan
Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Alloh ﷻ semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Alloh ﷻ naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Alloh ﷻ, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan masjid, dua orang yang mencintai karena Alloh ﷻ, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Alloh ﷻ, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di infakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Alloh ﷻ di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR. Bukhari Muslim).
Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Alloh ﷻ naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari Muslim)
Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, “Di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya', karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di masjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya', sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.”
Basyr bin Al Harits berkata, “Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”
Seseorang yang dia benar-benar jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.
◾Memandang Rendah Amal Kebaikan
Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, dimana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia.
Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya.” Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Alloh ﷻ akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Alloh ﷻ dan Alloh ﷻ pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Alloh ﷻ dalam keadaan demikian, maka Alloh ﷻ pun memasukkannya ke dalam neraka.”
◾Takut Akan Tidak Diterimanya Amalan
Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah ﷺ apakah yang dimaksud dengan ayat, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Alloh ﷻ?. Maka Rasulullah ﷺ pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Alloh ﷻ.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih )
Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Alloh ﷻ. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Alloh ﷻ? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.
◾Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia
Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah ﷺ pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)
Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal shaleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal shaleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Alloh ﷻ. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Alloh ﷻ untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Alloh ﷻ.
Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Alloh ﷻ mencela kita ataukah dicela manusia namun Alloh ﷻ memuji kita?
◾Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka
Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Alloh ﷻ, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Alloh ﷻ, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa." Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain."
◾Ingin Dicintai, Namun Dibenci
Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Alloh ﷻ akan menampakkan amalan-amalannya.“ (HR. Muslim)
Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Alloh ﷻ, maka Alloh ﷻ dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Alloh ﷻ yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)
Pada ayat ini Alloh ﷻ menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang shaleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal shaleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Alloh ﷻ dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya). (Tafsir Ibnu Katsir).
Dalam sebuah hadits dinyatakan: “Sesungguhnya apabila Alloh ﷻ mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Alloh ﷻ mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Alloh ﷻ membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : Wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Alloh ﷻ membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari Muslim)
Hasan Al Bashri berkata: “Ada seorang laki-laki yang berkata : ‘Demi Alloh ﷻ aku akan beribadah agar aku disebut-sebut karenanya’. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok orang kecuali mereka berkata: ‘lihatlah orang yang riya' ini’. Dia pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, ‘sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Alloh ﷻ’. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: ‘semoga Alloh ﷻ merahmatinya sekarang’. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Alloh ﷻ yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Wallahu a'lam
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
❀ TaNYa JaWaB ❀
•┈••◎◎❀★❀◎◎••┈•
0️⃣1️⃣ Nurul F. ~ Tangerang Selatan
Bismillaah
Assalamu'alaikum ustadzah,
Semoga ALLAAH limpahan keberkahan ilmu untuk ustadzah.
Mohon izin, boleh berikan salah satu contohnya ustadzah tenteng kalimat di atas.
Bolehkah kita mendeskripsikan secara detail ketika berdoa?
🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarahkatuh shalihah
Boleh saja shalihah, padahal ketika kita berdoa dalam hati saja Alloh ﷻ selalu mendengarkan shalihah.
Wallahu a'lam
0️⃣2️⃣ Mila ~ Makassar
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Salam hangat dari Mila.
Afwan dzah, saya ingin bertanya, diluar tema. Bagaimana bila kita menggunakan sedikit waktu kerja untuk beribadah (bukan khusus waktu istirahat).
Apakah itu termasuk korupsi waktu kerja?
Syukron dzah.
🔷Jawab:
Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarahkatuh
Tidak dong shalihah, segala sesuatu yang berhubungan dengan amalan ibadah untuk memperoleh ridho-Nya Alloh ﷻ, maka tidak ada kata korupsi, kecuali kerja lupa ibadah.
Wallahu a'lam
0️⃣3️⃣ Kiki ~ Dumai
Ummu, berdasarkan kutipan dari materi berikut.
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Alloh ﷻ, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa.” Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain."
Misal ummu, jika kita sedekah atau dhuha misalnya, tapi dalam hati ada terniat untuk "hajat dunia", berarti apakah termasuk ke kutipan di atas ya umm?
🔷Jawab:
Na'am shalihah, karena kita berharap imbalan ibaratnya kita beramal namun tidak ikhlas karena Alloh ﷻ.
Wallahu a'lam
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
❀CLoSSiNG STaTeMeNT❀
•┈•◎❀★❀◎•★•◎❀★❀◎•┈•
Baiklah shalihah semuanya, jazakillah khair sudah diberikan kesempatan untuk berbagi dan sharing ilmu yang in syaa Allah bermanfaat dan bernilai kebaikan untuk kita semua. jangan putus untuk selalu menuntut ilmu yaa, karena ilmu itu luas dan ada dimana saja.
Semoga bisa bertemu kembali, Aamiin allahumma aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar